To walk safely through the maze of human life, one needs the light of wisdom and guidance of virtue - Gautama Buddha Pagi ini saya disapa oleh cuaca yang cerah menyengat, berbeda dari yang lalu-lalu dimana hari raya Imlek selalu ditemani oleh hujan mengguyur. Hari ini, Jumat 16 Februari 2018, saya berencana menjejakkan kaki melakukan live-sketching bersama teman-teman di wihara Amurva Bhumi di Karet, Jakarta, setelah dua kesempatan sebelumnya berturut-turut menilik Petak Sembilan, Glodok. Saya berangkat dengan menumpang bus gratis Transjakarta lalu turun di kolong flyover Karet depan gedung Sampoerna. Dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 10 menit, dan sempat salah belok justru masuk ke area parkir gedung lain di belakang wihara. Akses ke wihara harus melewati jalan masuk diapit dinding tinggi di kedua sisinya. Setibanya di sana sekitar pukul 09.00 pagi, suasana masih cukup sepi, terlihat beberapa orang sudah mulai berdatangan, sementara pengurus wihara berseragam kaos merah sudah sibuk lalu-lalang mengurus segala hal. Setelah melihat-lihat suasana wihara secara umum, kami pun mencari sudut pandang sketsa yang cocok. Untuk sketsa pertama saya mengambil sudut pandang bangunan wihara secara umum dari depan. Sambil duduk di dekat dinding batas area komplek wihara dipayungi rindang pepohonan, saya pun mulai melakukan live-sketching. Menyambut tema Imlek hari ini, saya merencanakan membuat sketsa dengan garis dan warna dominan merah, metode yang pernah saya terapkan saat membuat sketsa klenteng di Kuching tahun lalu. Pada sketsa pertama ini saya menggunakan garis merah dengan drawing pen untuk menangkap karakter atapnya dan profil utama bangunan wihara secara umum, sambil menonjolkan beberapa detil yang menarik di beberapa bagiannya. Beberapa detil menarik seperti bentuk khas ornamen ventilasi bangunan yang polanya terlihat pula di beberapa bagian lain dari bangunan, maupun karakter naga yang mendominasi wihara ini, baik di atap maupun pada tiang-tiangnya. Sementara itu, cat air dengan nada warna merah saya gunakan hanya untuk memberi impresi dan kesan bayangan. Sisanya saya biarkan kertasnya kosong untuk menonjolkan karakter obyeknya. Saat melakukan live-sketching pun seperti biasa beberapa orang ada yang menghampiri karena penasaran dengan aktivitas live-sketching kami. Sebuah hal yang dulunya saya takutkan saat melakukan live-sketching yaitu ditonton orang bahkan dikomentari sketsanya oleh orang-orang di lokasi. Namun, kini saya sudah terbiasa dan justru itulah menariknya aktivitas ini, saat sebuah kegiatan sederhana bisa memutus aura keasingan di tempat baru, berbaur dengan orang yang tak dikenal, dapat berinteraksi dengan mereka sambil mengoleksi wawasan dan kisah-kisah yang ada. Setelah mengambil titik henti proses pembuatan sketsa pertama, dilanjutkan dengan foto pendokumentasian dan sedikit foto-foto narsis. Saya pun angkat pantat pindah mencari lokasi sketsa dari sudut pandang lain. Sementara itu wihara tampak mulai ramai dan sibuk baik oleh umat wihara maupun tamu penikmat suasana Imlek seperti kami. Kami melanjutkan membuat sketsa lebih mendekat ke bangunan utama dan melihat lebih banyak detail dan suasana dibawah atapnya. Barisan lilin merah bermacam ukuran dari yang sepinggang hingga setinggi orang dewasa berjajar rapi di hadap utama bangunan, lampion-lampion berwarna merah keemasan juga menyala berkilauan bergantungan memenuhi langit-langit teras bangunan. Saya pun menanyakan ke seorang pengurus wihara yang sedang asik menonton saya membuat sketsa, apa makna dari lilin dan lampion ini. Ringkas dia, lilin dan lampion ini adalah bentuk persembahan dari orang-orang, keluarga maupun perusahaan, agar memperoleh "penerangan" di waktu-waktu yang akan datang. Memang pada lilin dan lampion tersebut terdapat kertas bertuliskan nama beserta kode nomor-nomor para pihak pemberi persembahan, sebagian dalam bahasa Indonesia dan beberapa dalam tulisan Mandarin. Selain itu terlihat pula karakter naga sangat mendominasi wihara ini, hampir di semua tiangnya terdapat wujud naga melilit tiang. Bahkan di atapnya juga terdapat naga yang terlihat berebut bola atau mutiara. Naga pada tiang juga terlihat menggenggam bola. Saya lupa menanyakan maknanya kepada pengurus disana. Mungkin bila ada pembaca yang tahu boleh bantu infokan ke saya di kolom komentar ya. Kemudian kami membuat beberapa buah sketsa lagi sebelum rasa lapar menghampiri, untuk kemudian mengakhiri perjalanan hari ini dengan makan siang. Sebuah perjalanan melepas penat setelah berhari-hari bekerja sekaligus menjadi sarana penambah wawasan dan pengalaman baru yang menyenangkan. Mungkin nanti saat perayaan Cap Go Meh bila ada kesempatan saya akan mencoba mencari obyek sketsa dan hal baru lainnya, kalau ada teman-teman yang punya ide menarik boleh juga disampaikan ke saya, bahkan siapa tahu kita bisa live-sketching bersama. Sampai jumpa di jejak-jejak berikutnya! Salam se.ket.sa HS Serat Tanah Para Tua Para tua pernah bertutur, Kala tanah ini kaya pula subur, Benih kebaikan tumbuh beriringan, Cahaya lilin bertaburan menjalar tiap kesadaran, Para tua pun melisankan, Ada masa tenggelam dalam layu kelam, Kesadaran gugur tersungkur, Kegelapan berlaksa menebas penjuru sulur, Musim itu lah semai jadi asa, Ditanam jua dipupuk para tua, Agar terang hadir dalam tuai, Agar lentera membumbung tinggi, Laksana burung abadi kembali melangit, Tebar cahaya pada penjuru angin, Kebaikan pun kesadaran lintang menjulang, Rimbun menaungi genap hamparan, Demi esok ranting-ranting menggapai kasih, Daun-daun merengkuh tenang, Dahan-dahan pula menari tentram, Dan berbahagialah tanah kita. | Jakarta, 28 Februari 2018 | Lina Citra Rasmi Jumat, 16 Februari 2018 13:17 WIB AKURAT.CO Dalam merayakan datangnya Tahun Baru Imlek 2569, Vihara Amurva Bhumi menjadi indah. Dengan dihiasi ratusan lampion merah yang berkilauan dan puluhan lilin berukuran raksasa yang dinyalakan. Keindahan inilah yang membuat dua orang sketcher datang ke vihara tersebut. Mereka adalah Putri dan Dimas. Mereka dantuk mengabadikan suasana Imlek. "Kebetulan kami datang ke sini untuk menggambarkan suasana Imlek di Vihara Amurva Bhumi. Soalnya tahun lalu sudah di Petak Sembilan, jadi ingin mencari suasana baru," ujar Putri kepada AKURAT.CO di Vihara Amurva Bhumi, Jakarta, Jumat (16/2). Ia mengatakan bahwa mereka berdua sudah sejak pukul 09.00 ada di sana. Dan akan menggambar beberapa spot yang ada. "Pertama kami gambar dulu yang bagian luarnya dari vihara. Nanti kalau sudah selesai, mungkin kami akan masuk ke bagian dalam. Disana kami akan menggambar seperti lampion-lampion yang terpasang. Bisa juga lilin-lilin raksasa yang ada," tambahnya. Dimas mengatakan kalau sketsa yang saat ini mereka gambar semuanya bertema Imlek. "Jadi selain lampion dan lilin raksasa itu, kita bisa mengambil gambar dari patung-patung naga yang ada," tuturnya. Dengan lihai, kedua sketcher ini menggambar setiap detail dari vihara. Ketika sketsanya sudah selesai, tak lupa Putri dan Dimas mewarnainya dengan cat air. Sehingga sketsa-sketsanya terlihat indah. Tak lupa mereka mengabadikan setiap hasil sketsanya dalam sebuah foto.[] Editor. Islahuddin Sumber artikel : Akurat.co |